Indonesia kembali mencatatkan kemajuan signifikan dalam pengembangan teknologi pertahanan. PT Dirgantara Indonesia (PTDI), bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian Pertahanan, berhasil melakukan uji terbang perdana drone Elang Hitam, yang merupakan drone tempur Medium Altitude Long Endurance (MALE) pertama buatan dalam negeri.
Keberhasilan ini bukan hanya membuktikan kapabilitas teknologi nasional, tetapi juga menjadi langkah strategis menuju kemandirian industri pertahanan Indonesia di tengah dominasi teknologi militer asing.
Apa Itu Drone Elang Hitam?
Elang Hitam adalah pesawat tanpa awak (UAV) yang dikembangkan untuk mendukung berbagai misi militer maupun non-militer, seperti pengintaian, pemantauan wilayah perbatasan, patroli laut, bahkan bantuan dalam situasi bencana alam. Drone ini masuk dalam kategori MALE (Medium Altitude Long Endurance), artinya dapat terbang pada ketinggian menengah dan dalam durasi yang cukup lama—yakni hingga 30 jam nonstop dalam satu misi.
Beberapa spesifikasi utamanya meliputi:
-
Rentang sayap: 16 meter
-
Panjang badan: sekitar 8 meter
-
Ketinggian jelajah: 23.000 kaki
-
Daya tahan terbang: hingga 30 jam
-
Muatan: sensor EO/IR, radar pengintai, dan rudal (untuk versi tempur)
-
Kendali: otomatis (GPS dan waypoint) serta manual dari Ground Control Station
Uji Terbang: Tahapan Kritis yang Dilewati
Uji terbang Elang Hitam dilakukan di Landasan Udara Rumpin, Bogor, dan berjalan sesuai ekspektasi. Drone berhasil tinggal landas, menjalankan manuver dasar, dan kembali mendarat dengan aman. Uji ini menandai bahwa seluruh sistem avionik, kendali, dan komunikasi dari pesawat telah berjalan dengan stabil, sekaligus menjadi tolok ukur untuk melanjutkan ke tahap uji lebih kompleks berikutnya.
Tim teknis dari PTDI dan TNI AU turut terlibat dalam pengawasan dan evaluasi langsung selama uji coba tersebut, guna memastikan standar keselamatan dan kelayakan operasional terpenuhi sepenuhnya.
Langkah Strategis Menuju Kemandirian Teknologi
Keberhasilan ini merupakan bagian dari Proyek Pesawat Udara Nir Awak Nasional yang digagas sejak 2015. Selain PTDI dan BRIN, proyek ini juga melibatkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (kini bagian BRIN), BPPT, dan sejumlah universitas teknik terkemuka.
Pentingnya proyek ini bukan hanya untuk keperluan pertahanan, melainkan juga sebagai simbol transformasi teknologi dalam negeri. Penguasaan teknologi drone akan membuka banyak peluang:
-
Efisiensi pengawasan wilayah perbatasan dan laut
-
Pemantauan kebakaran hutan dan perkebunan
-
Distribusi bantuan dalam area bencana
-
Pemanfaatan untuk pemetaan dan riset lingkungan
Di masa mendatang, Elang Hitam juga direncanakan akan dilengkapi dengan persenjataan untuk kebutuhan operasional militer lebih luas, termasuk rudal presisi dan sistem pengintaian real-time berbasis AI.
Dukungan Pemerintah dan Harapan Masa Depan
Pemerintah menyatakan bahwa proyek drone Elang Hitam adalah bagian dari upaya memperkuat pertahanan berbasis teknologi nasional, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. Dengan keberhasilan uji terbang ini, Elang Hitam berpotensi masuk ke jalur produksi massal dan digunakan oleh berbagai instansi—baik TNI, BNPB, maupun KLHK.
Komitmen ini didukung penuh oleh Kementerian Pertahanan yang mendorong pembentukan ekosistem industri alutsista nasional agar tak bergantung pada produk luar negeri.
Penutup
Drone Elang Hitam menjadi simbol bahwa Indonesia mampu menciptakan inovasi canggih di sektor pertahanan. Keberhasilannya dalam uji terbang bukan hanya pencapaian teknis, tetapi juga sebuah lompatan besar dalam memperkuat kemandirian strategis bangsa di tengah ketegangan geopolitik dan kompleksitas kebutuhan keamanan era modern.