Pendahuluan
Laut menutupi lebih dari 70 persen permukaan bumi, dan sebagian besar wilayahnya berada di luar batas yurisdiksi nasional — wilayah yang disebut laut lepas (high seas). Laut lepas merupakan rumah bagi jutaan spesies laut yang menjadi bagian penting dari sistem ekologi global. Namun selama bertahun-tahun, wilayah ini menjadi salah satu area paling tidak terlindungi di dunia. Tidak ada hukum internasional yang kuat untuk mengatur kegiatan manusia di sana, seperti eksplorasi sumber daya laut, perikanan besar-besaran, hingga penelitian ilmiah yang kadang merusak ekosistem.
Setelah lebih dari dua dekade perundingan panjang di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dunia akhirnya mencapai kesepakatan bersejarah: High Seas Treaty atau Perjanjian Laut Lepas. Perjanjian ini telah diratifikasi oleh cukup banyak negara pada tahun 2025, dan dijadwalkan mulai berlaku efektif pada awal tahun 2026. Kehadiran perjanjian ini dianggap sebagai tonggak sejarah dalam upaya perlindungan lingkungan laut global.
Artikel ini akan membahas secara menyeluruh mengenai isi perjanjian tersebut, latar belakang pembentukannya, tujuan dan manfaatnya bagi bumi, hingga tantangan yang mungkin dihadapi dalam penerapannya nanti.
Latar Belakang Pembentukan High Seas Treaty
Sebelum adanya perjanjian ini, laut lepas diatur secara terbatas oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Namun UNCLOS lebih menitikberatkan pada pembagian wilayah laut antarnegara, hak eksploitasi sumber daya, serta kebebasan navigasi. Masalah seperti perlindungan keanekaragaman hayati, pencemaran laut, dan konservasi ekosistem belum diatur secara detail.
Selama beberapa dekade terakhir, para ilmuwan menemukan fakta mencengangkan:
-
Lebih dari 10 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun.
-
Penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing) menyebabkan populasi banyak spesies menurun drastis.
-
Eksplorasi sumber daya mineral bawah laut berpotensi merusak ekosistem laut dalam yang belum banyak diteliti.
-
Perubahan iklim membuat suhu dan keasaman laut meningkat, mengancam kehidupan karang dan plankton.
Kondisi tersebut membuat komunitas global menyadari pentingnya mekanisme hukum yang kuat untuk melindungi laut lepas. Maka sejak 2018, perundingan resmi tentang perjanjian baru diadakan di markas besar PBB di New York. Proses ini berlangsung sangat panjang karena menyangkut banyak kepentingan — mulai dari negara industri besar, negara kepulauan kecil, hingga perusahaan-perusahaan swasta yang bergantung pada sumber daya laut.
Isi Pokok dan Prinsip Utama Perjanjian
High Seas Treaty dibangun di atas empat pilar utama yang menjadi fokus utama perlindungan laut global, yaitu:
-
Pembentukan Kawasan Perlindungan Laut (Marine Protected Areas / MPA) di Laut Lepas
Salah satu poin terpenting adalah penciptaan sistem kawasan lindung di laut internasional. Tujuannya untuk menjaga habitat penting, melindungi spesies langka, dan mengontrol aktivitas manusia seperti penangkapan ikan atau pengeboran. Dengan adanya perjanjian ini, negara-negara anggota PBB bisa menyetujui pembentukan MPA baru melalui mekanisme global yang transparan. -
Pembagian Manfaat dari Sumber Daya Genetik Laut (Marine Genetic Resources)
Banyak organisme laut memiliki potensi besar untuk digunakan dalam bidang farmasi, kosmetik, hingga bioteknologi. Sebelum adanya perjanjian ini, negara maju memiliki keunggulan besar karena teknologi mereka lebih maju dalam mengeksploitasi sumber daya tersebut. Sekarang, hasil penelitian dan keuntungannya wajib dibagikan secara adil, termasuk kepada negara berkembang. -
Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment / EIA)
Setiap aktivitas besar di laut lepas — seperti pengeboran minyak, penambangan mineral, atau penelitian ilmiah skala besar — wajib melalui proses penilaian dampak lingkungan. Hal ini bertujuan agar kegiatan tersebut tidak merusak ekosistem laut dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. -
Transfer Teknologi dan Penguatan Kapasitas Negara Berkembang
Negara-negara maju memiliki tanggung jawab untuk membantu negara berkembang dalam hal teknologi, penelitian, dan pelatihan sumber daya manusia. Dengan begitu, semua negara bisa berperan aktif dalam menjaga kelestarian laut tanpa kesenjangan kemampuan.
Mengapa High Seas Treaty Dianggap Penting
Banyak pihak menyebut High Seas Treaty sebagai “Paris Agreement-nya lautan”, karena perannya yang sebanding dengan perjanjian iklim global Paris Agreement (2015) dalam konteks lingkungan laut. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa perjanjian ini begitu penting bagi masa depan bumi:
-
Perlindungan Ekosistem yang Belum Tersentuh
Lebih dari 60% permukaan laut dunia merupakan laut lepas. Banyak di antaranya adalah habitat bagi spesies yang belum sepenuhnya dikenal manusia. Tanpa perlindungan hukum, ekosistem ini bisa hancur sebelum sempat diteliti. -
Menjaga Keseimbangan Iklim Dunia
Laut berfungsi sebagai penyerap karbon alami terbesar di bumi. Dengan menjaga laut tetap sehat, kita membantu memperlambat laju perubahan iklim dan melindungi sistem iklim global. -
Meningkatkan Kerjasama Internasional
Tidak ada satu negara pun yang memiliki laut lepas, sehingga kerja sama antarnegara menjadi kunci utama. High Seas Treaty mendorong transparansi, kolaborasi ilmiah, serta tanggung jawab bersama untuk melindungi warisan alam dunia. -
Mendorong Ekonomi Biru yang Berkelanjutan (Blue Economy)
Dengan pengaturan yang lebih jelas, negara-negara dapat mengembangkan potensi ekonomi laut seperti ekowisata, bioteknologi, dan perikanan berkelanjutan tanpa merusak ekosistem.
Proses Ratifikasi dan Penerapan Global
Agar High Seas Treaty dapat berlaku secara resmi, perjanjian ini memerlukan ratifikasi oleh minimal 60 negara. Pada tahun 2025, target tersebut telah tercapai. Banyak negara Eropa, Amerika Latin, Afrika, dan beberapa negara Asia telah menandatangani dan meratifikasinya.
Mulai tahun 2026, perjanjian ini akan dijalankan melalui badan pengawasan internasional yang akan dibentuk di bawah koordinasi PBB. Badan ini akan berfungsi untuk:
-
Memantau aktivitas di laut lepas.
-
Mengkoordinasikan pembentukan kawasan konservasi baru.
-
Menyusun pedoman penilaian dampak lingkungan.
-
Mengatur pembagian manfaat ekonomi dari sumber daya laut.
Implementasi awalnya mungkin akan difokuskan pada wilayah yang paling rentan, seperti Samudra Pasifik bagian tengah dan Samudra Hindia bagian selatan, di mana tekanan terhadap ekosistem laut semakin meningkat.
Tantangan dalam Penerapan
Meski perjanjian ini disambut positif oleh banyak pihak, pelaksanaannya tidak akan mudah. Beberapa tantangan besar yang perlu dihadapi antara lain:
-
Keterbatasan Pengawasan dan Teknologi
Laut lepas sangat luas dan sulit diawasi. Untuk memantau aktivitas kapal penangkap ikan atau eksplorasi bawah laut, dibutuhkan teknologi satelit dan sistem pelaporan global yang canggih. -
Kepentingan Ekonomi Negara Besar
Beberapa negara dengan industri perikanan atau pertambangan laut dalam yang besar mungkin enggan membatasi kegiatan mereka. Diperlukan diplomasi yang kuat agar semua pihak mau berkomitmen secara seimbang. -
Pendanaan dan Dukungan Negara Berkembang
Tidak semua negara memiliki kemampuan finansial atau teknologi untuk berpartisipasi aktif dalam konservasi laut. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme pendanaan global yang adil. -
Penegakan Hukum Internasional
Laut lepas bukan milik siapa pun, sehingga sulit menentukan otoritas yang bisa menindak pelanggaran. Penegakan hukum akan sangat bergantung pada kerja sama sukarela antarnegara.
Dampak Positif yang Diharapkan
Jika diterapkan dengan baik, High Seas Treaty berpotensi membawa perubahan besar terhadap kondisi laut dunia dalam beberapa dekade mendatang. Beberapa dampak positif yang diharapkan antara lain:
-
Meningkatnya populasi ikan dan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi.
-
Penurunan kegiatan penangkapan ikan ilegal berkat sistem pemantauan global.
-
Meningkatnya penelitian ilmiah yang fokus pada pelestarian ekosistem laut.
-
Tumbuhnya industri ekonomi biru berbasis keberlanjutan seperti wisata laut dan bioteknologi kelautan.
-
Kontribusi nyata terhadap mitigasi perubahan iklim karena laut yang sehat membantu menyerap karbon dioksida lebih banyak.
Kesimpulan
High Seas Treaty adalah simbol bahwa dunia masih memiliki harapan untuk memperbaiki hubungan antara manusia dan alam. Perjanjian ini bukan sekadar dokumen hukum internasional, melainkan komitmen moral seluruh umat manusia untuk melindungi salah satu aset terbesar bumi: lautan.
Dengan diberlakukannya perjanjian ini pada awal tahun 2026, kita akan memasuki babak baru dalam tata kelola lingkungan global. Namun, kesuksesannya sangat bergantung pada konsistensi negara-negara dalam menerapkannya. Dibutuhkan kolaborasi, transparansi, dan kesadaran bahwa laut lepas bukan milik siapa pun, tetapi milik semua makhluk di bumi.
Semoga High Seas Treaty menjadi langkah awal menuju masa depan yang lebih biru — di mana lautan tetap hidup, lestari, dan menjadi sumber kehidupan bagi generasi mendatang.